Kamis, 27 Oktober 2011

Perfeksionisme dan Kecemasan Matematika

Seperti yang sudah saya uraikan dalam tiga artikel terdahulu, bahwa kecemasan matematika itu perlu karena ternyata kecemasan yang terlihat sebagai kecemasan matematika, merupakan ciri dari karakter siswa perfeksionis yang mudah cemas.

Hasil penelitian yang saya lakukan pada tahun 2007 (Kuntoro, 2007), menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan (dengan derajat kepercayaan < .01) antara kecemasan matematika dengan socially-prescribed perfectionism (dimensi ketiga dari perfeksionisme), yaitu seseorang yang mempunyai keyakinan atau anggapan bahwa orang di sekitarnya mempunyai standar yang tinggi terhadap perilaku dirinya dan mengharapkan dirinya menjadi sempurna, dimana anggapan tersebut belum tentu benar.



Berdasarkan hal tersebut, dapat diartikan bahwa kecemasan yang selama ini terlihat pada pelajaran matematika bukanlah murni kecemasan matematika, namun merupakan kecemasan yang merupakan ciri dari socially-prescribed perfectionism. Semakin kuat anggapan seseorang bahwa dirinya dituntut menjadi sempurna dalam pelajaran matematika, semakin tinggi kecemasan yang muncul selama pelajaran matematika. Jika seseorang telah memiliki anggapan seperti itu, walaupun guru matematika atau orang-orang di sekitarnya tidak menuntut hal itu ia akan tetap merasa seperti itu.

Hasil penelitian ini juga menjelaskan kenyataan yang terjadi di lapangan, mengapa siswa seringkali menolak untuk mengerjakan soal matematika yang ditugaskan kepadanya di papan tulis walaupun sesungguhnya mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. Bahkan mereka yang telah berhasil mengerjakan soal tersebut di buku latihan pun merasa cemas dan menolak ketika diminta mengerjakannya di papan tulis sebagai contoh bagi siswa lainnya. Jika ditanya mengapa, mereka menganggap bahwa penyelesaian yang mereka buat tidak cukup sempurna untuk dijadikan contoh.

Selain itu, hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan(dengan derajat kepercayaan < .01) antara kecemasan matematika dengan self-oriented perfectionism (dimensi dari perfeksionisme), yaitu seseorang yang meletakkan standar tinggi untuk dirinya sendiri. Standar ini digunakan sebagai sebuah ukuran untuk mengevaluasi diri sendiri. Berdasarkan hal ini, jika self-oriented perfectionism dapat menggantikan socially-prescribed perfectionism siswa, maka hampir dapat dipastikan akan terjadi peningkatan dalam prestasi belajar matematika siswa. Untuk itu, kita perlu mengetahui lebih dalam tentang ciri-ciri karakteristik anak yang perfeksionis, yang akan saya uraikan pada artikel berikut yang berjudul: Ciri-ciri Karakter Anak Perfeksionis.




Daftar Pustaka:

Kuntoro, Martuti, 2007. Kontribusi Perfeksionisme Siswa, Dan Persepsi Siswa Terhadap Pola Asuh Orang Tua Siswa dan Karakteristik Guru Pada Kecemasan Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis: Universitas Indonesia - Depok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar