Rabu, 26 Oktober 2011

Perfeksionist itu ada yang Positif....!!


Orang yang perfeksionist seringkali dianggap negatif, karena sering membuat gugup atau senewen orang-orang di sekitarnya. Di dalam masyarakat, orang-orang yang perfeksionist seringkali muncul dengan ciri-ciri orang yang suka mengatur, mengomentari kekurangan orang lain dan suka menuntut orang lain harus begini dan harus begitu, sehingga mereka sering dijauhi. Jika ia kebetulan seorang guru matematika, maka ia akan dikenal dengan sebutan 'guru killer' dan sering menimbulkan kecemasan bagi para siswanya.

Namun jika kemudian perfeksionisme dianggap sebagai sesuatu yang negatif, itu merupakan suatu kesimpulan yang sempit. Karena perfeksionisme yang selama ini dikenal oleh masyarakat hanya merupakan salah satu dimensi dari perfeksionisme itu sendiri. Agar kita tidak menjadi orang yang berpikiran sempit, mari kita mengenal lebih jauh tentang perfeksionisme.

Para ahli psikologi yang lainnya boleh saja membagi perfeksionisme ke dalam banyak dimensi, namun saya lebih senang menggunakan dimensi yang diungkapkan oleh Hewitt, Flett, Turnbull-Donovan dan Mikail (1991), karena lebih sederhana dan mudah dipahami, sehingga mudah juga diukur. Mereka membagi perfeksionisme ke dalam 3 dimensi, yaitu:



  1. Self-oriented perfectionism, yaitu seseorang yang meletakkan standar tinggi untuk dirinya sendiri. Standar ini digunakan sebagai sebuah ukuran untuk mengevaluasi diri sendiri.

  2. Other-oriented perfectionism, yaitu seseorang yang meletakkan standar dan harapan yang tinggi pada orang lain dan mengevaluasi perilaku dan cara kerja mereka berdasarkan standar tersebut.


  3. Socially-prescribed perfectionism, yaitu seseorang yang mempunyai keyakinan atau anggapan bahwa orang di sekitarnya mempunyai standar yang tinggi terhadap perilaku dirinya dan mengharapkan dirinya menjadi sempurna.

Dimensi ke-2 inilah yang paling mudah dikenali karena bersinggungan langsung dengan orang lain, yang kemudian menciptakan label di masyarakat bahwa perfeksionisme adalah sesuatu hal yang negatif. Jika kita pernah merasa terganggu dengan orang yang suka berkomentar negatif terhadap apa pun dan ingin berteriak di telinganya: 'Hai, Nobody's Perfect…!!', nah, kita sedang berhadapan dengan perfektionist yang tergolong dimensi ke-2. Seorang guru matematika sangat TIDAK dianjurkan memiliki ciri-ciri perfeksionisme dimensi ini karena dapat menyebabkan kecemasan matematika yang mematikan pada diri siswa.

Sedangkan untuk jenis dimensi yang ke-3 biasanya ada pada orang-orang yang takut tampil, selalu menolak untuk mengemukakan pendapat. Pada pelajaran matematika, biasanya terlihat pada siswa yang selalu menolak mengerjakan soal di papan tulis meskipun ia sudah mengerjakannya dengan benar di buku latihannya. Jika ditanya mengapa, mereka menganggap bahwa penyelesaian yang mereka buat tidak cukup sempurna untuk dijadikan contoh (walaupun gurunya sudah mengatakan benar, namun masih takut terhadap penilaian teman-temannya).

Kedua dimensi di atas berbeda dengan dimensi ke-1 dari perfeksionisme. Dimensi pertama inilah yang memungkinkan seseorang meraih prestasi, namun sulit sekali dikenali, karena standar tinggi yang ditetapkannya hanya untuk dirinya sendiri dan biasanya mereka juga menyimpan sendiri rasa takut gagal yang sering mereka rasakan. Jika tidak diatasi, mereka lebih fokus pada rasa cemas akan kegagalannya dan bukan pada penyelesaiannya, sehingga akibatnya mereka benar-benar gagal.


Berita baiknya, kecemasan yang mereka rasakan ini dapat menjadi suatu tanda adanya keinginan yang kuat untuk berhasil dan jika dikelola dengan baik, prestasi belajarnya dapat meningkat dengan drastis. Diharapkan para guru matematika dapat memanfaatkan dimensi pertama ini untuk mendongkrak nilai matematika siswanya. Bagaimana caranya? Kita perlu mengenali ciri-ciri anak yang perfeksionis terlebih dahulu, namun sebelumnya kita lihat dulu bagaimana hubungan dengan kecemasan matematika dari hasil penelitian yang saya lakukan di tahun 2007 (Kuntoro, 2007) dan akan saya uraikan pada artikel berikutnya dengan judul: Perfeksionisme dan Kecemasan Matematika.


Daftar Pustaka:

Hewitt, P., Flett, G., Turnbull-Donovan, W., & Mikail, S. (1991). Multidimensional Perfectionism Scale: Reliability, validity, and psychometric properties in psychiatric samples. Psychological Assessment: A Journal of Counsulting and Clinical Psychology, Vol. 3, hal. 464-468.

Kuntoro, Martuti, 2007. Kontribusi Perfeksionisme Siswa, Dan Persepsi Siswa Terhadap Pola Asuh Orang Tua Siswa dan Karakteristik Guru Pada Kecemasan Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis: Universitas Indonesia - Depok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar